Kamis, 05 November 2009

Perkuat Pertahanan, Korbankan Lini Depan

Persela Lamongan
Perkuat Pertahanan,Korbankan Lini Depan
Perkuat Pertahanan,Korbankan Lini Depan
Keperkasaan Persela Lamongan di awal musim terusik kemandulan barisan striker. Inikah efek samping dari gaya bunglon yang dianut Pelatih Persela Widodo C Putra?

Bertengger di zona papan atas klasemen sementara Liga Super memang prestasi membanggakan bagi Persela. Bahkan, saat ini tim berjuluk Laskar Joko Tingkir itu disebut kuda hitam paling menakutkan musim ini. Wajar, dalam empat laga awal, Persela belum menyentuh kekalahan. Dalam tiga kali partai kandang, semua poin disapu bersih. Sementara satu laga away di kandang PSPS, satu poin sukses dibawa pulang. Tapi, ketenangan Persela terusik fakta tak sedap dengan gaya bunglon yang diterapkan Widodo dengan sering mengubah lini depan justru membuat striker mandul.

Bayangkan saja dari empat laga itu, empat striker yang pernah diturunkan, yakni Samsul Arif, Varney Pas Boakay, Dicky Firasat, dan striker gaek Kurniawan Dwi Yulianto sama sekali belum mengoleksi satu gol pun. Dari lima tim penghuni papan atas, Persela bersama Arema menjadi tim paling irit mencetak gol. Keduanya hanya empat kali memasukkan dan sekali kebobolan. Jika melihat rapor empat striker Persela, nilai Varney paling merah. Legiun asing asal Liberia itu mendapatkan kesempatan paling lama berada di atas lapangan, total 316 menit. Dalam empat laga Varney selalu turun menjadi starter sejak menit pertama.

Di bawah Varney, ada Samsul. Tandem Varney ketika masih di Persibo Bojonegoro itu juga terbilang punya waktu bermain cukup lama, 230 menit. Sementara itu, dua striker lainnya, Kurniawan dan Dicky, masing-masing hanya diberi kepercayaan selama 140 menit dan 28 menit. Apa pun bedanya, yang pasti semua belum mencetak gol. Lantas apa problem kemandulan ini?

“Striker tidak ada harus mencetak gol. Siapa pun pemain bisa mencetak gol. Saya lebih senang pemain belakang yang mencetak gol, tapi Persela menang. Daripada pemain depan membuat banyak gol, tapi kita kalah. Saat ini saya lebih fokus pada barisan pertahanan. Menjadi tim yang kuat harus dimulai dengan lini belakang yang tangguh,” ujar Widodo.

Pernyataan Widodo bernada membela strikernya itu memang sah-sah saja. Tapi, jika dicermati, kemungkinan kemandulan barisan striker karena Widodo tidak pernah pakem memilih pemain di lini depan. Dalam empat laga, komposisi lini belakang selalu berubah. Gaya bunglon ala Widodo ini memang menyulitkan lawan membaca permainan Persela, karena setiap laga selalu berubah. Tapi, efek negatifnya, perubahan di lini depan membuat striker kurang bisa bermain sehati karena selalu berbeda pasangan.

Untuk sementara, keputusan Widodo menganut gaya bunglon memang membuat Persela tampil perkasa. Layak ditunggu, perubahan apa lagi yang akan dilakukan mantan asisten pelatih timnas itu saat Persela menjamu tim bertabur bintang Persisam Samarinda di Stadion Surajaya,Rabu (4/11).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar